Kurikulum dan pendidikan seperti dua sisi mata uang yang berbeda
tetapi tidak dapat dipisahkan. Tidak ada proses pendidikan terjadi tanpa ada
kurikulum. Demikian juga sebuah kurikulum tidak berfungsi apa-apa tanpa
implementasinya dalam pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan sesederhana apapun
pada prinsipnya mengacu pada kurikulum meskipun bersifat tersembunyi. Di
pesantren-pesantren tradisional misalnya melaksanakan proses pendidikan yang
berpedoman pada petunjuk kiai sebagai otoritas tertinggi dalam
menentukan materi yang akan diajarkan kepada santri-santrinya. Penekanan materi
yang diajarkan dan metode pembelajaran yang diterapkan sangat tergantung kepada
cita-cita dan pengalaman keilmuan kiai masing-masing pesantren. Dengan demikian kurikulum di setiap pesantren memiliki kekhasannya sendiri-sendiri.
Dalam konteks pendidikan formal, kekhasan juga muncul sesuai dengan visi lembaga pendidikan. SMK misalnya lebih menekankan kemampuan prktis dari pada di SMA yang cenderung teoretis.
Dalam konteks pendidikan formal, kekhasan juga muncul sesuai dengan visi lembaga pendidikan. SMK misalnya lebih menekankan kemampuan prktis dari pada di SMA yang cenderung teoretis.
Kecenderungan berbeda dalam kurikulum pada setiap lembaga
pendidikan merupakan suatu keniscayaan, karena pada hakekatnya kurikulum adalah
manifestasi dari cita-cita, ide-ide, dan gagasan seseorang atau kelompok
masyarakat tertentu dalam upaya menanamkan nilai-nilai budaya yang khas antara
satu orang dengan lainnya, antara satu kelompok masyarakat dengan masyarakat
lainnya.