Reinkarnasi dalam perspektif Hindu disebut dengan "punarbawa"
yang berasal dari bahasa Sansekerta. Punar artinya kembali, bawa artinya lahir.
Jadi Punarbawa adalah suatu kepercayaan tentang kelahiran yang berulang ulang
atau suatu proses kelahiran yang biasa disebut dengan penitisan, atau samsara.
Seseorang yang meninggal dunia
dan jiwanya belum melakukan pensucian dengan sempurna (belum moksa), akan
bereinkarnasi ke makhluk berikutnya. Bahkan dimungkinkan bereinkarnasi ke hewan.
Islam tidak mengenal konsep
reinkarnasi sebagaimana reinkarnasi Hindu. Dalam Islam yang dikenal adalah
konsep reinkarnasi dalam dimensi jiwa. Dimana jiwa manusia -seharusnya-
mengalami proses penyempurnaan di dunia ini. Untuk memahami ini, kita memang harus
memahami perbedaan jasad, jiwa dan ruh.
“Jiwa dan penyempurnaannya
(ciptaannya); maka Allah mengilhamkan pada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS 91: 7-10)
Untuk kemudahan, dapat digambarkan bahwa
jiwa manusia ada kualitas-kualitasnya. Misalnya kualitas A, B, C, D, E, F, G.
Kualitas A adalah kualitas jiwa terbaik (ketika sudah sempurna pensuciannya),
sedangkan G adalah kualitas jiwa terburuk (yang penuh dalam dominasi hawa nafsu
dan syahwat). F, E, D, C, B adalah gradasi diantara keduanya.
Proses reinkarnasi dalam Islam
adalah proses pensucian dan penyempurnaan jiwa, bukan penitisan.
Seorang yang bertaubat dengan sungguh-sungguh, akan berproses, beralih dari
jiwa kualitas G, ke kualitas F, beralih ke kualitas E, dan seterusnya sampai
sempurna ke kualitas A. Nah ketika proses tersebut terjadi, dibahasakan jiwa
kualitas G mati, dan terlahir dalam jiwa kualitas F, jiwa kualitas F mati lalu
terlahir dalam jiwa kualitas E dan seterusnya. Proses ini sudah terjadi ketika
kita masih hidup di dunia ini.
Hal inilah yang dikatakan
dalam Al Quran :
“Mengapa kamu kafir kepada
Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu
dimatikan dan di hidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya lah kamu di
kembalikan.” (QS 2:28)
Jalaludin Rumi dalam maddahnya
mengatakan:
Aku mati sebagai mineral dan menjelma
tumbuhan,
Aku mati sebagai tumbuhan dan
terlahir binatang,
Aku mati sebagai binatang dan kini
manusia.
Kenapa aku mesti takut? Maut tak
menyebabkanku berkurang!
Namun sekali lagi aku harus mati
sebagai manusia,
Dan melambung bersama malaikat;
dan bahkan setelah menjelma malaikat
aku harus mati lagi;
segalanya kecuali Tuhan, akan lenyap
sama sekali.
Apabila telah kukorbankan jiwa
malaikat ini, Aku akan menjelma sesuatu yang tak terpahami.
***
Proses penyempurnaan diri
paling efektif sebenarnya terjadi di dunia ini mas, dibandingkan di alam
barzakh atau alam berikutnya. Karenanya mari kita maksimalkan ketika kita ada
di dunia ini.
Katakan saja proses
penyempurnaan dari G menuju A, dan baru saja sampai F, kita sudah wafat.
Bagaimana selanjutnya?
Pertama
Kalau seseorang
sungguh-sungguh berjihad bertransformasi dari G ke A dan wafat ketika baru
sampai F, bukan mustahil bagi Allah menghargai kesungguhan jihadnya dengan
mengangkat jiwa orang tersebut langsung ke A. Inilah yang dimaksud dalam banyak
hadits-hadits seperti orang yang sudah membunuh 100 orang, namun karena
sungguh-sungguh ingin bertaubat, walaupun wafat sebelum sampai ke kota tujuan,
tetapi diangkat derajatnya oleh Allah Swt sebagai derajat orang-orang yang
sudah sampai tingkatan A.
Hadis Abu Said Al-Khudriy
r.a: Nabi s.a.w bersabda: Seorang lelaki dari kalangan umat sebelum kamu telah
membunuh seramai sembilan puluh sembilan orang manusia, lalu dia mencari
seseorang yang paling alim. Setelah ditunjukkan kepadanya seorang pendeta, dia
terus berjumpa pendeta tersebut kemudian berkata: Aku telah membunuh seramai
sembilan puluh sembilan orang manusia, adakah taubatku masih diterima? Pendeta
tersebut menjawab: Tidak. Mendengar jawapan itu, dia terus membunuh pendeta
tersebut dan genaplah seratus orang manusia yang telah dibunuhnya. Tanpa putus
asa dia mencari lagi seseorang yang paling alim. Setelah ditunjukkan kepadanya
seorang Ulama, dia terus berjumpa Ulama tersebut dan berkata: Aku telah
membunuh seramai seratus orang manusia. Adakah taubatku masih diterima? Ulama
tersebut menjawab: Ya! Siapakah yang boleh menghalang kamu dari bertaubat?
Pergilah ke Negeri si polan, kerana di sana ramai orang yang beribadat kepada
Allah. Kamu beribadatlah kepada Allah s.w.t bersama mereka dan jangan pulang ke
Negerimu kerana Negerimu adalah Negeri yang sangat hina. Lelaki tersebut
beredar menuju ke tempat yang dinyatakan. Ketika berada di pertengahan jalan
tiba-tiba dia mati, menyebabkan Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab bertelingkah
mengenainya. Malaikat Rahmat berkata: Dia datang dalam keadaan bertaubat dan
menghadapkan hatinya kepada Allah s.w.t. Manakala Malaikat Azab pula berkata:
Dia tidak pernah melakukan kebaikan. Lalu Malaikat yang lain datang dalam
keadaan berupa manusia dan cuba menghakimi mereka sambil berkata: Ukurlah jarak
di antara dua tempat. Mana yang lebih hampir, itulah tempatnya. Lantas mereka
mengukurnya. Ternyata mereka dapati lelaki tersebut lebih hampir kepada negeri
yang ditujunya. Akhirnya dia diambil oleh Malaikat Rahmat. (Hadis Riwayat
Imam Muslim: hadis ke 4967)
Demikian pula pada orang-orang
yang berperang di jalan Allah. Sebenarnya dalam terma al Quran syuhada adalah
sebuah level ketaqwaan dibawah Shiddiqiin, dimana ketika seseorang dalam level
ketaqwaan ini, ia dapat menjadi saksi Allah sebenar-sebenarnya. (lihat QS 4:69)
Nah, orang yang berperang di
jalan Allah dengan tulus ikhlas, dan peperangannya juga dibenarkan oleh Allah,
ketika mereka wafat jiwanya “diangkat” derajatnya oleh Allah ke derajat para
Syuhada (tingkatan A), walaupun sebenarnya saat itu ia masih pada tingkatan
jiwa yang sangat-sangat rendah.
Mengingat bahwa kesungguhan
dalam bertaubat akan dihargai oleh Allah, maka marilah kita tumbuhkan semangat
yang kuat dalam menapaki jalan pertaubatan ini.
Kedua.
Seorang yang kurang
sungguh-sungguh atau bahkan tidak bersungguh-sungguh. Ketika ia wafat sementara
baru sampai F, maka proses transformasinya akan dilanjutkan di alam berikutnya.
Kita mengenal adanya apa yang
disebut dengan siksa kubur. Ketahuilah bahwa siksa kubur ini menyebabkan proses
pembersihan. Orang yang katakan saja wafat dalam tingkatan F, setelah disiksa
selama 20 tahun alam barzakh berpindah ke tingkatan E.
Padahal siksa 20 tahun alam
barzakh ini faedah pensuciannya sama dengan kalau kita tawakal dan ridla
ketika memiliki tetangga yang suka menyakiti diri kita, atau sakit yang kita
derita, atau kondisi ekonomi kita yang buruk, atau kesabaran terhadap keburukan
sifat pasangan hidup kita, atau kita yang tidak dikaruniai anak. Sayangnya
kebayakan kita tidak ridla terhadap kesusahan yang terjadi di dunia,
sehingga kesusahan2 tersebut tidak sama sekali mensucikan diri kita.
Seandainya kita menyadari
bahwa proses pensucian di dunia jauh lebih efektif dibandingkan di alam
berikutnya, maka orang akan menyediakan dirinya berusaha ridla terhadap musibah
yang hadir, sebagai jalan pensucian dirinya.
Wallahu a’lam…
Ref:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar