Pendahuluan
Pendidikan Islam sejak masa Rasulullah SAW hingga era kejayaan
peradaban Islam dikenal sebagai sistem yang integral, menyatukan antara ilmu,
amal, dan akhlak. Namun, dalam konteks modern, umat Islam menghadapi tantangan
besar dalam membangun sistem pendidikan berbasis epistemologi Islam yang mapan
dan universal. Salah satu faktor penyebab utama adalah fragmentasi dunia Islam,
baik dari segi politik, intelektual, maupun kultural. Fragmentasi ini telah
menghambat lahirnya sebuah framework epistemologis pendidikan Islam yang
diakui secara kolektif oleh dunia Muslim.
1. Makna Fragmentasi Dunia Islam
Fragmentasi dunia Islam merujuk pada kondisi terpecahnya umat Islam
dalam berbagai aspek:
Politik: Hilangnya kepemimpinan tunggal Islam sejak runtuhnya
Khilafah Utsmaniyah (1924) memunculkan lebih dari 50 negara Muslim yang
berjalan dengan kebijakan pendidikan masing-masing.
Mazhab dan pemikiran: Perbedaan pendekatan fiqih dan kalam
berkembang menjadi polarisasi intelektual yang kurang terjembatani.
Bahasa dan budaya: Bahasa Arab sebagai bahasa ilmu mulai tergeser,
digantikan oleh bahasa nasional dan lokal tanpa basis epistemik bersama.
Institusi pendidikan: Tidak ada koordinasi atau standardisasi
epistemologi antar universitas Islam lintas negara.
2. Dampak Fragmentasi terhadap Epistemologi Pendidikan
Fragmentasi dunia Islam melahirkan beberapa persoalan:
Absennya otoritas epistemologis bersama: Tidak ada lembaga seperti
"Majelis Epistemologi Islam Internasional" yang menyusun teori
pendidikan Islam secara sistemik.
Ilmuwan dan lembaga berjalan sendiri-sendiri: Upaya dari tokoh
seperti Al-Attas (Malaysia), Al-Faruqi (AS), Langgulung (Indonesia), Al-Ghazali
(Turki) tidak terintegrasi dalam satu proyek kolektif.
Ketergantungan pada teori Barat: Akibat tiadanya teori besar
pendidikan Islam yang sistematis, banyak sarjana Muslim menggunakan teori Barat
(Bloom, Piaget, Vygotsky) dalam kurikulum Islam.
Kurikulum dan teori pendidikan Islam bersifat lokal dan sektoral:
Tidak ada kurikulum tunggal atau teori universal yang dapat dijadikan rujukan
oleh semua lembaga pendidikan Islam.
3. Realitas Sistem Pendidikan Negara Muslim
Tiap negara Muslim mengembangkan sistem pendidikan secara terpisah:
Mesir: Tradisional di Al-Azhar dan sekuler di universitas nasional.
Indonesia: Dualistik antara sekolah umum dan madrasah.
Malaysia: Upaya integrasi lewat IIUM dan ISTAC, tapi belum
direplikasi.
Pakistan, Turki, Tunisia: Cenderung sekuler atau terfragmentasi
antara madrasah dan sekolah modern.
4. Akibat Langsung:
Gagalnya Penyusunan Framework Pendidikan Islam Universal
Tanpa kerangka epistemologi yang disepakati, konsekuensinya:
Ilmu Islam tidak berkembang sebagai sistem ilmu modern.
Pendidikan Islam hanya menyisipkan nilai moral atau ayat al-Qur’an
dalam sistem Barat.
Tidak ada standar kompetensi Islami yang diakui lintas negara.
Dunia Islam kehilangan kesempatan untuk menandingi dominasi
epistemologi Barat.
5. Solusi Strategis: Membangun Kembali Otoritas Epistemologi Islam
Untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan:
Ø Forum Epistemologi Islam Internasional: Lintas negara dan mazhab, fokus pada penyusunan teori pendidikan Islam.
Ø Pusat teori pendidikan Islam global: Seperti ISTAC yang diperluas dan diadopsi OIC.
Ø Kurikulum Islam universal: Integratif antara ilmu naqli dan aqli, dengan kerangka tauhid dan adab.
Ø Jurnal ilmiah Islam internasional: Berstandar tinggi dan konsisten dengan epistemologi wahyu.
Ø Pendidikan dosen dan guru Islam: Dilatih dalam filsafat ilmu Islam agar tidak hanya mengimpor teori barat.
Penutup
Fragmentasi dunia Islam telah menjadi hambatan besar dalam
membangun epistemologi pendidikan Islam yang universal. Tanpa kesatuan visi,
umat Islam akan terus menjadi konsumen teori Barat, bukan produsen ilmu yang
beradab. Kebangkitan ilmu Islam hanya mungkin jika kita mampu menyatukan
potensi intelektual dan institusional lintas dunia Muslim dalam satu proyek
besar: membangun sistem ilmu berbasis tauhid, akhlak, dan wahyu sebagai dasar
pendidikan masa depan.
Referensi:
Al-Attas, S. M. N. (1993). Islam and Secularism. Kuala
Lumpur: ISTAC.
Al-Faruqi, I. R. (1982). Islamization of Knowledge: General
Principles and Workplan. Herndon: IIIT.
Langgulung, H. (1986). Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa
Psikologi dan Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Wan Daud, W. M. N. (2011). Falsafah dan Praktik Pendidikan Islam.
Bandung: Mizan.
Kuntowijoyo. (2006). Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi.
Bandung: Mizan.
Rahman, F. (1984). Islam and Modernity: Transformation of an
Intellectual Tradition. Chicago: University of Chicago Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar