Teori memiliki posisi yang
sangat penting dalam membingkai arah pengembangan model dalam konteks penelitian pendidikan.
Teori tidak hanya menjadi kerangka berpikir, tetapi juga bertindak sebagai
pijakan ilmiah yang menjamin validitas dan relevansi suatu model yang
dikembangkan. Salah satu unsur yang wajib dimiliki oleh penelitian pengembangan
adalah adanya teori besar atau grand theory, yang memberikan landasan
filosofis terhadap pemahaman tentang bagaimana pendidikan seharusnya
diselenggarakan.
Grand theory
merupakan teori makro yang bersifat luas dan abstrak, seperti konstruktivisme,
behaviorisme, atau teori manajemen pendidikan. Teori ini menjadi pijakan dalam
melihat hakikat belajar, peserta didik, dan tujuan pendidikan secara umum. Dari
grand theory ini kemudian diturunkan teori menengah (middle-range
theory), yang bersifat lebih spesifik dan aplikatif. Misalnya, dalam
pengembangan model STEAM berbasis EDP, digunakan teori Continuous Quality
Improvement (CQI) dari Deming (1986), dan teori Educational Design
Research (EDR) dari Plomp (2013) sebagai middle theory yang
menjembatani antara landasan filosofis dan desain praktis model pembelajaran.
Applied
theory atau teori terapan berada pada level paling konkret. Teori ini
bersifat kontekstual dan langsung diterapkan dalam proses penyusunan model,
misalnya penggunaan siklus PDSA dalam tahapan pembelajaran. Meskipun applied
theory tetap memiliki struktur teoritis, sifatnya lebih operasional dan
langsung digunakan dalam desain maupun pengujian model.
Dengan
demikian, pengembangan model pembelajaran merupakan hasil sintesis dari
berbagai tingkat teori: grand theory membentuk kerangka dasar pemahaman;
middle theory menjelaskan hubungan antar elemen dalam konteks yang lebih
spesifik; dan applied theory memberikan arahan teknis terhadap
implementasi di lapangan. Sinergi dari ketiga level teori ini menjadi fondasi
kokoh dalam merancang model pembelajaran yang relevan, efektif, dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar