Dalam
implementasi strategi instruksional, tes merupakan salah satu unsur penting
yang mesti dilakukan. Tes merupakan alat ukur yang digunakan dalam mengukur
tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi yang diharapkan. Tes
pengukur keberhasilan juga dikenal dengan Penilaian Acuan Patokan (PAP).
Dinamakan penilaian acaun patokan karena keberhasilan siswa dalam pembelajaran
ditentukan dengan kriteria yang ditetapkan sebelum tes dilaksanakan.[1]
Tipe
test ini penting untuk mengevaluasi perkembangan pebelajar dan kualitas
pembelajaran. Hasil dari tes acuan patokan memberikan indikasi tingkat
pencapaian tujuan pembelajaran, dan mengindikasikan komponen mana dari
pembelajaran yang bisa berjalan dengan baik, dan komponen mana yang perlu
direvisi. Selain itu juga, tes acuan patokan memungkinkan pebelajar untuk
merefleksikan diri dengan mengaplikasikan kriteria untuk menilai hasil kerja
mereka sendiri.
A. Konsep Tes Acuan Patokan
Suatu
penilaian disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu mengacu kepada suatu kriteria
pencapaian tujuan instruksional yang telah dirumuskan sebelumnya. Nilai-nilai
yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan (mastery)
siswa tentang materi pengajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang telah
ditetapkan.[2]
Penilaian
acuan patokan berfungsi untuk mengukur kemampuan pebelajar seperti yang tertuang
dalam tujuan yang telah ditetapkan.
Tingkah
laku yang harus dicapai siswa tergambarkan dalam kompetensi dasar. Dalam hal
ini kompetensi dasar masih bersifat umum, sehingga tingkah laku dimaksud perlu
dijabarkan dalam indikator-indikator hasil belajar secara lebih spesifik. Ini
berarti bahwa penyusunan item tes disusun setelah indikator-indikator hasil
belajar telah ditetapkan. Satu atau lebih item tes dapat saja mengukur satu
indikator yang sama. Dengan demikian, item tes harus disusun paralel dengan
rumusan indikator hasil belajar yang ditetapkan.
Menurut
Dick dan Carey dalam Sanjaya (2008:236), PAP dapat dilakukan sebagai :
1. Tes prasyarat (entry behavior test)
Tes ini diberikan kepada pebelajar sebelum memulai
pembelajaran. Tes ini berguna untuk mengukur keterampilan syarat atau
keterampilan yang harus sudah dikuasai sebelum pembelajaran dimulai.
Keterampilan syarat akan muncul di bawah garis entry behavior.
2. Pre-test
Tes ini dilakukan pada awal pembelajaran untuk
mengetahui apakah pebelajar sudah menguasai beberapa atau semua keterampilan
yang akan diajarkan. Tujuannya adalah untuk efisiensi. Jika semua keterampilan
sudah dikuasai maka tidak perlu ada pembelajaran. Namun jika hanya sebagian
materi yang sudah dikuasai maka data tes ini memungkinkan desainer untuk lebih
efisien. Mungkin hanya review atau pengingat yang dibutuhkan. Bila program
tersebut merupakan sesuatu yang baru, maka tes inipun dapat ditiadakan. Maksud
dari pretes ini bukanlah untuk menentukan nilai akhir tetapi lebih mengenal
profil anak didik berkenaan.
Biasanya pretest dan entry behavior test dijadikan
satu. Hasil dari tes entry behavior dapat digunakan desainer untuk mengetahui
apakah pebelajar siap memulai pembelajaran, sedangkan dari hasil pretest,
desainer dapat memutuskan apakah pembelajaran akan
menjadi terlalu mudah untuk pebelajar.
menjadi terlalu mudah untuk pebelajar.
3. Progres test
Tes ini dilakukan secara insidental terutama selama
siswa sedang mempelajari satu unit mata pelajaran. Tes ini memungkinkan siswa untuk
menampilkan pengetahuan dan keterampilan baru dan untuk refleksi diri sampai
level berapa keterampilan dan pengetahuan mereka.
4. Post-test
Tes ini paralel dengan pre-test. Sama dengan pre-test,
post-test mengukur tujuan pembelajaran. Post-test harus menilai semua objektif
dan terutama fokus pada objektif terakhir. Namun jika waktu tidak memungkinkan,
maka hanya tujuan akhir dan keterampilan penting saja yang diujikan.[3]
B.
Aspek Kemampuan yang Diuji
Setiap bidang studi mempunyai
penekanan kemampuan yang berbeda-beda, karena itu aspek yang diujipun haruslah
yang berbeda pula. Aspek ranah kognitif yang akan diuji harus sinkron dengan
kemampuan yang ditentukan oleh tujuan pendidikan yang telah dirumuskan terlebih
dahulu.
Dalam hubungan inilah kita mengenal
adanya 6 tingkatan kemampuan atau kompetensi yang diuji, yaitu: 1. pengetahuan,
2. pemahaman, 3. aplikasi, 4. analisis, 5. evaluai, dan 6. mencipta. Kompetensi
tersebut berturut-turut diberi simbol C1, C2, C3, C4, C5 dan C6. Disamping itu
tentu juga harus diperhatikan kemampuan dari ranah lain seperti afektif dan
psikomotor.
Tingkat usia dan jenjang pendidikan
menentukan tingkat ranah kognitif yang diuji. Kadang-kadang terdapat bagian
mata pelajaran yang tidak dapat atau sukar diungkap kompetensinya pada tingkat
ranah kognitif tertentu, beberapa pokok bahasan bahkan hanya mungkin dibuat
soalnya dalam tingkat kompetensi yang rendah.
Untuk mempermudah penyusunan soal
agar memenuhi aspek kompetensi tertentu, dituliskan contoh kata kerja untuk
menunjukkan hasil belajar dalam masing-masing tingkat kompetensi yang
dinyatakan pada tabel berikut. (Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R.: 2001)[4]
Tingkat Kompetensi
|
Contoh Kata Kerja
|
C.1. Mengingat (Remember)
|
Ø Mengenali (recognizing) Ø Mengingat (recalling) |
C.2. Memahami (Understand)
|
Ø Menafsirkan (interpreting) Ø Memberi contoh (exampliying) Ø Meringkas (summarizing) Ø Menarik inferensi (inferring) Ø Membandingkan (compairing) Ø Menjelaskan (explaining) |
C.3. Mengaplikasikan (Apply)
|
Ø Menjalankan (executing) Ø Mengimplementasikan (implementing) |
C.4. Menganalisis (Analyze)
|
Ø Menguraikan (diffrentiating) Ø Mengorganisir (organizing) Ø Menemukan makna tersirat (attributing) |
C.5. Evaluasi (Evaluate)
|
Ø Memeriksa (checking) Ø Mengritik (Critiquing) |
C.6. Mencipta (Create)
|
Ø Merumuskan (generating) Ø Merencanakan (planning) Ø Memproduksi (producing) |
C.
Tipe Tes
Ada tiga tipe soal: (1) esai atau
karangan, (2) objektif dengan ciri utama adanya satu jawaban yang dianggap
benar atau terbaik, dan (3) problem matematik. Disamping itu masih juga dikenal
soal-soal penampilan dan soal lisan. Ada empat format soal objektif yaitu,
format A Pilihan Ganda, format B Pilihan Ganda Analisis Hubungan Antar Hal,
format C Pilihan Ganda Analisis Kasus, atau format D Pilihan Ganda Komplek.
1. Penilaian Pengetahuan
a. Teknik Tes
Untuk menilai pengetahuan dapat kita.pergunakan pengujian
sebagai berikut
1) Teknik penilaian aspek
pengenalan (recognition). Caranya dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan bentuk pilihan berganda yang menuntut siswa agar
melakukan identifikasi tehtang fakta, definisi, dan contoh-contoh yang benar (correct),
2) Teknik peniiaian aspek
mengingat kembali (recall). Caranya dengan pertanyaan-pertanyaan
terbuka-tertutup langsung untuk mengungkapkan jawaban-jawaban yang unik.
3)Teknik penilaian aspek
pemahaman (komprehension). Caranya dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang menuntut identifikasi terhadap pertanyaan-pertanyaan
yang betul dan yang keliru, kesimpulan atau klasifikasi, dengan daftar pertanyaan
menjodohkan yang berkenaan dengan konsep, contoh, aturan, penerapan, langkah
dan urutan, dengan pertanyaan bentuk esai (open ended) yang menghendaki uraian,
perumusan kembali dengan kata-kata sendiri, dan contoh-contoh.
b. Bentuk tes
Penilaian terhadap aspek pengetahuan dapat
dilakukan melalui tes lisan atau tes tertulis. Tes lisan hampir tidak pernah
digunakan mengingat kesulitan teknis yang dirasakan dalam melaksanakannya,
terutama bagi kelas yang besar. Itu sebabnya tes tertulis lebih banyak
digunakan oleh guru untuk menilai pengetahuan.
Dilihat dari bentuknya, soal-soal tes tertulis
dapat dikelompokkan ke dalam soal-soal bentuk uraian dan soal-soal bentuk
objektif.
1) Bentuk Uraian
a) Dalam soal-soal bentuk
uraian, peserta diminta merumuskan, mengorganisasi, dan menyajikan jawabannya
secara terbuka tanpa disediakan kemungkinan-kemungkinan jawaban di dalamnya.
Soal-soal bentuk uraian ini dibagi pula atas soal bentuk uraian bebas dan soal
bentuk uraian terbatas.
b) Dalam soal bentuk uraian
bebas, tingkat kebebasan jawaban yang diminta lebih besar. Dalam soal bentuk
uraian terbatas, jawaban yang diminta sudah lebih terarah seperti terlihat
dalam soal-soal bentuk uraian. Jika direncanakan dengan baik, sangat tepat
untuk menilai proses berpikir seseorang serta kemampuannya mengekspresikan buah
pikiran. Kelemahan yang sering dirasakan dalam soal-soal bentuk uraian,
terutama bentuk uraian bebas, antara lain ialah terbatasnya lingkup bahan
pelajaran yang dievaluasi dan sulitnya mengoreksi (menskor) jawaban dengan objektif.
Sehubungan dengan itu, dalam evaluasi hasil belajar terdapat kecenderungan
untuk lebih banyak menggunakan soal bentuk uraian terbatas.
2) Soal bentuk objektif
Soal-soal bentuk objektif merupakan tipe yang sangat populer di
dalam evaluasi hasil belajar, khususnya evaluasi pada akhir suatu pelajaran.
Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup
dalam tes dan mudahnya penskoran jawaban yang diberikan. Dalam soal-soal bentuk
objektif ini dikenal bentuk jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan
pilihan ganda. Kecuali bentuk jawaban singkat, dalam soal-soal bentuk objektif
telah tersedia kemungkinan-kemungkinan jawaban (options) yang dapat
dipilih.
3) Jawaban singkat
Soal berituk jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban
dalam bentuk kata, ungkapan, bilangan, atau simbol yang jawabannya dapat
dinilai dengan benar atau salah.
4) Benar-salah
Soal bentuk benar-salah merupakan soal yang berisi pernyataan di
mana peserta diminta untuk menilai apakah pernyataan tersebut benar atau salah.
5) Menjodohkan
Soal bentuk menjodohkan terdiri atas dua kelompok; yaitu kelompok
soal (di sebelah. kiri) dan kelompok pasangan (di sebelah kanan). Peserta
dirainta menjodohkan setiap soal di sebelah kiri dengan pasangannya di sebelah
kanan,
6) Pilihan ganda
Soal bentuk pilihan ganda merupakan soal yang di dalamnya mengandung:
a)Pokok soal (stem) berapa pertanyaan-pertanyaan yang berisi
permasalahan yang ditanyakan.
b)Options, yaitu kemungkinan-kemungkinan jawaban yang dapat dipiiih.
c)Kunci, yaitu jawaban yang benar atau paling tepat, dan d) pengecoh
(distractors), yaitu kemungkinan-kemungkinan jawaban yang lain di luar kunci. (Hamalik, 2009:211)
2. Penilalan Perilaku
Keterampilan
Teknik-teknik evaluasi ini dilaksanakan pada
pengajaran yang mencakup evaluasi terhadap perilaku keterampilan (skilled
performance), Perilaku keterampilan meliputi keterampilan-keterampilan
kognitif, psikomotor, reaktif, dan interaktif.
Fungsi utama evaluasi dalarn proses pengajaran
adaiah untuk memperbaiki pengajaran. Teknik dan instrumen evaluasi harus peka terhadap
bagian-bagian dalam rencana pengajaran yang dapat terlaksana dan bagian-bagian
yang perlu diperbaiki. Untuk memperoleh gambaran tentang hal-hal tersebut, kita
perlu menguji tingkat penguasaan keterampilan perilaku para siswa.
a. Teknik Evaluasi
Keterampilan Reproduktif
1) Aspek keterampilan
kognitif, misalnya masalah-masalah yang dikenal baik untuk dipecahkan dalam
rangka menentukan ukuranukuran ketepatan. dan kecepatan melalui latihan-iatihan
(drill) jangka-panjang, dievaluasi dengan metode-metode objektif tertutup.
2) Aspek keterampilan
psiko.motor dievaluasi'dengan tes tindakan terhadap pelaksanaan tugas yang
nyata'atau yang disimulasikaxi dan berdasarkan kriteria ketepatan, kecepatan,
kualitas penerapan secara objektif. Contoh: keterampilan mengetik, keterampilan
menjalankan mesin.
3) Aspek keterampilan
reaktif dievaluasi secara langsung dengan pengamatan objektif perilaku
pendekatan atau penghindaran secara tak langsung dengan kuesioner sikap.
4) Aspek keterampilan
interaktif dievaluasi secara langsung dengan menghitung frekuensi kebiasaan dan
cara-cara yang baik yang dipertunjukkan pada kondisi-kondisi tertentu.
b. Teknik Evaluasi
Keterampilan Produktif .
1) Aspek keterampilan
kognitif, misalnya masalah-masalah yang tidak dikenal balk untuk dipecahkan dan
pemecahannya tidak begitu rumit, dievaluasi dengan meriggunakan metode
terbuka-tertutup (open ended methods).
2) Aspek keterampilan
psikomotor, yakni tugas-tugas produktif yang menuntut perencanaan strategic
dievaluasi dengan observasi dan diskusi.
3) Aspek keterampilan
reaktif dievaluasi secara langsung dengan mengamati sistem masyarakat dalam
tindakannya di luar sekolah, secara tak langsung melalui analisis mengenai
posisi yang diambil oleh seseorang pada waktu mengikuti debat dan
masalah-masalah kunci serta argumentasi yang digunakannya.
4) Aspek keterampilan
interaktif dievaluasi dengan observasi ke terampilan-keterampilan interaktif
yang kompleks dalam kondisi sosial yang nyata atau yang disimulasikan,
dilanjutkan dengan pertemuan untuk mernpelajari unsur perencanaan.
c. Jenis Tes yang Digunakan
Jenis-jenis tes yang dapat digunakan adalah
sebagai berikut:
1) Tes persepsi
a)Keterampilan kognitif,
misalnya keterampilan memahami, merumuskan, memecahkan masaiah, dan mengenali
derajat kesulitan dalam suatu masalah.
b)Keterampilan psikomotor,
misalnya- keterampilan mengarnati rambu-rambu
eksternal, mendiskriminasikan informasi yang relevan dari yang tak
relevan.
c)Keterampilan reaktif,
misalnya memperhatikan dan berminat terhadap suatu peristiwa luar, sensitif
terhadap kejadian-kejadian.
d)Keterampilan interaktif,
misalnya memperhatikan reaksi orang lain dan sensitif terhadap perasaan mereka.
2) Tes prasyarat yang
meliputi semua kategori keterampilan, pengetahuansyarat seperti prosedur dan
prinsip.
3) Tes strategi terhadap
keterampilan groduktif, misalnya mampu mengkaji masalah-masalah yang relevan,
menyimpulkan strategi pemecahan dan menilainya kembali dengan cara berpikir
kritis (open ended verbal test).
4) Tes tindakan untuk
mengetes:
a) keterampilan kognitif,
misalnya melakukan tugas kognitif yang memenuhi ukuran ketepatan, kecepatan,
dan produktif.
b) keterampilan psikomotor,
melakukan secara terus-menerus sesuai dengan ukuran produktivitas, ketepatan,
dan standar kualitas.
c) keterampilan reaktif,
misalnya aktif merespons dengan cara bermakna pada semua kesempatan.
d) Keterampilan interaktif,
misalnya berinteraksi secara efektif dan sering terhadap orang lain dengan cara
yang diharapkan,
5) Observasi, yaitu
mengamati semua keterampilan yang telah dirumuskan secara khusus.
3. Penilaian Sikap
Menurut Thurstone, dalam garis besarnya,
"Sikap merupakan tingkat afeksi yang positif atau negatif yang dihubungkan
dengan objek psikologis. Objek psikologis sendiri mempunyai arti simbol,
kalimat, slogan, orang, institusi, serta ide yang ditujukan agar orang dapat
membedakan pengaruh yang positif dan negatif." Rumusan ini menunjukkan bahwa
positif dapat diartikan senang sedangkan negatif berarti tidak senang atau
menolak. Untuk mengetahui sikap demikian itu kita dapat melakukan observasi
dengan menggunakan alat nilai tertentu.
Semua metode observasi adalah inferensial yang
beraneka ragam tingkat objektivitasnya. Metode observasi yang objektif
mengandung aturan-aturan tentang penugasan tentang cara menilai suatu objek dengan
menggunakan urutan angka atau nilai yang sama sehingga variansinya berada pada
tingkat minimum.
Skala adalah alat ukur yang menyediakan tugas
tentang simbol aturan tertentu. Suatu tugas menunjuk kepada penguasaan individu
tentang nomor-nomor yang saling berhubungan mengenai hal yang hendak diukur
oleh skala tersebut.
a.
Jenis Skala Sikap
Ada dua jenis skala sikap, yaitu skala Likert atau summated
rating scales dan skala Thurstone atau equal-appearing interval scales.
1) Skala Likert. Skala ini
memuat item yang diperkirakan sama dalam sikap atau beban nilainya. Subjek
merespons dengan berbagai tingkat intensitas berdasarkan rentang skala antara
dua sudut yang berlawanan (ekstrem), misalnya:
· setuju-tidak setuju
· suka-tidak suka
· menerima-menolak
2)Skala Thurstone. Model
skala ini tidak hanya menempatkan mdradu dalam rangkaian persetujuan yang
mengacu kepada sikap tertentu, tetapi tiap item mengandung nilai skala yang
berbeda-beda, yang masing-masing punya kekuatan untuk mendapat persetujuan dari
responden. Penyusunan skala model ini lebih sulit dibandingkan dengan skala
Likert.
b. Prosedur Penyusunan Item
untuk Skala Sikap
Pada garis besarnya, dalam menyusun item untuk skala perlu
ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1) Tentukan objek atau
gejala apa.
2) Rumuskan perilaku yang
mengacu sikap terhadap objek atau gejala tersebut.
3) Rumuskan karakteristik
perilaku sikap itu.
4)Rincilah lebih lanjut
tiap karakteristik menjadi sejumlah atribut yang lebih spesifik.
5) Tentukan indikator penilaian
terhadap setiap atribut.
6) Susunlah perangkat item
sesuai dengan indikator yang telah dirumuskan.
7)Suatu skala terdiri atas
20 sampai 30 items. Susunlah items ter sebut yang separonya dalam bentuk
pernyataan positif dan separonya lagi dalam bentuk pernyataan negatif.
8) Tentukan banyak skala
lima, tujuh, atau sebelas alternatif (dalam urutan yang ekstrem).
9) Tentukan bobot nilai bagi
tiap skala, misalnya 4, 3, 2, 1, 0 untuk lima nilai skala sebagai dasar
perhitungan kuantitatif.[5]
Ada kesalahan yang sering terjadi
di kalangan pengguna evaluasi, yaitu adanya anggapan yang menyatakan suatu tipe
evaluasi lebih baik dari tipe evaluasi lainnya dalam mengukur ranah kognitif
tertentu. Berbagai penelitian telah menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti
dalam mengukur level ranah konitif yang sama. Soal esai yang baik dapat
mengukur ranah kognitif seperti yang dapat diukur oleh soal objektif yang baik,
atau sebaliknya, dan menghasilkan rangking subyek yang tidak berbeda. Pemilihan
tipe evaluasi yang akan digunakan lebih banyak ditentukan oleh kemampuan.[6]
Maskipun demikian tetap diakui bahwa ada kelemahan dan kelebihan dari masing-masing jenis tes yang digunakan seperti pada tabel-tabel berikut:
Keunggulan dan Kelemahan Tipe Soal Objektif (Pilihan
Ganda)
Keunggulan
|
Kelemahan
|
1. Komprehensif, karena dalam waktu
singkat dapat memuat lebih banyak soal.
2. Pemeriksaan jawaban dan pemberian
nilai relatif mudah dan cepat.
3. Efisien.
4. Kualitas soal dapat dianalisis
secara empirik.
5. Obyektif.
6. Umumnya memiliki reliabilitas
yang memuaskan
|
1. Pembuatan soal memakan banyak
waktu dan tenaga.
2. Sulit untuk mengungkap tingkat
kompetensi tinggi.
3. Ada kemungkinan jawaban benar
semata-mata karena tebakan
|
Keunggulan dan Kelemahan Tipe Soal Tipe Esai (Karangan)
Keunggulan
|
Kelemahan
|
1. Relatif lebih mudah dibuat.
2. Lebih mudah digunakan untuk
mengungkap tingkat kompetensi tinggi
3. Sangat baik untuk mengungkap
kemampuan yang bertalian dengan ekspresi verbal-tulis
|
1. Tidak dapat memuat banyak soal
sehingga kurang komprehensif
2. Pemeriksaan jawaban menyita
banyak waktu dan tenaga.
3. Harus diperiksa sendiri oleh
penulis soal atau oleh orang lain yang ahli.
4. Sebyektivitas pemeriksaan sulit
dihindari.
5. Pertimbangan pemberian nilai
lebih kompleks.
6. Umumnya memiliki reliabiltas
kurang memuaskan.
|
Keunggulan dan Kelemahan Tipe Benar-Salah
Keunggulan
|
Kelemahan
|
1. Komprehensif, karena dalam waktu
singkat dapat memuat lebih banyak soal.
2. Pemeriksaan jawaban dan pemberian
nilai mudah dan cepat.
3. Efisien dan hemat bahan.
4. Kualitas soal dapat dianalisis
secara impirik.
5. Obyektif.
6. Mudah dibuat
|
1. Hanya dapat mengungkap tingkat
kompetensi rendah.
2. Ada kemungkinan jawaban benar
semata-mata karena tebakan
|
D.
Jumlah Butir Soal
Penentuan
jumlah butir soal sangat tergantung dengan materi yang akan diujikan. Yang
pasti jumlah butir soal harus berhubungan langsung dengan reliabilitas evaluasi
dan respresentasi isi bidang studi yang dievaluasi. Makin banayk butir soal yang
digunakan dalam
suatu evaluasi maka kemungkinan akan makin tinggi reliabilitasnya, baik dalam
arti stabilitas maupun internal konsistensinya. Dilihat dari segi jumlah inilah
maka evaluasi objektif mempunyai kekuatan yang lebih dari evaluasi esai. Karena
tugas yang harus diselesaikan dalam evaluasi objektif itu sangat singkat maka
kemungkinan untuk menggunakan jumlah butir soal yang besar menjadi lebih besar
pula. Sedangkan evaluasi esai tidak memungkinkan menggunakan jumlah soal yang
banyak. Dengan demikian representasi bidang studi dan reliabilitas evaluasi
objektif akan lebih baik dari evaluasi esai. Penentuan jumlah soal perlu
mempertimbangkan waktu yang tersedia, biaya yang ada, kompleksitas tugas yang
dituntut oleh tes, dan waktu untuk ujian.
Perencanaan jumlah butir soal dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Jumlah keseluruhan.
2. Jumlah untuk setiap pokok
bahasan/topik
3. Jumlah untuk setiap format.
4. Jumlah untuk setiap kategori
tingkat kesukaran.
5. Jumlah untuk setiap aspek pada
ranah kognitif.
E.
Konstruksi Butir Soal
Pada
pengembangan butir soal untuk keperluan penilaian acuan norma, tingkat
kesukaran soal harus diperhatikan. Butir soal yang dikembangkan tidak
seluruhnya mudah dan tidak seluruhnya harus sukar, tetapi kombinasi dari butir
soal yang mudah,
sedang, dan sukar sehingga keseluruhan butir soal tersebut tingkat kesukarannya
disekitar 50%. Pada pengembangan butir soal untuk acuan kriteria tingkat
kesukarannya tidak diperhatikan karena maksud soal ini bukan membedakan
mahasiswa pintar dari mahasiswa kurang pintar, tetapi melihat tingkat
penguasaan seseorang terhadap bahan atau tujuan instruksional. Juga daya
pembeda tidak diperhatikan dalam penilaian acuan kriteria, justru yang menjadi
perhatian adalah daya serap mahasiswa. Sebaiknya semua bahan atau tujuan
instrusional dapat dikuasai oleh mahasiswa (tingkat penguasaan 100%).
Penguasaan 100% bahan sukar dicapai sehingga ada dosen atau institusi yang
merasa cukup dengan tingkat penguasaan 75% sampai atau 80%.
Beberapa hal yang harus
diperhatikan berkaitan dengan konstruksi soal :
- Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
- Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
- Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar.
- Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
- Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
- Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama.
- Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “Semua pilihan jawaban di atas salah” atau “Semua pilihan jawaban di atas benar”.
- Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis waktunya.
- Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi.
- Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna tidak pasti seperti : sebaiknya, umumnya, kadang – kadang.
- Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya. [7]
F. Distribusi Tingkat Kesukaran
Pada
umumnya semua ahli konstruksi evaluasi sependapat bahwa evaluasi yang terbaik
adalah evaluasi yang mempunyai tingkat kesukaran disekitar 0,50. Makin dekat ke titik tersebut, evaluasi makin
mampu membedakan antara kelompok yang baik dan kelompok yang kurang belajar.
Tetapi tentu saja itu bukanlah satu-satunya pertimbangan untuk menentukan
distribusi tingkat kesukaran. Penentuan distribusi ini juga ditentukan oleh tujuan evaluasi.
Misalnya, bila evaluasi dimasudkan untuk seleksi, maka evaluasi harus lebih
mengarah kepada yang mempunyai tingkat kesukaran yang lebih tinggi. Tetapi yang
harus diingat ialah evaluasi yang terlalu sukar atau terlalu mudah tidak akan
memberi informasi yang banyak.
Dalam hubungan dengan distribusi
tingkat kesukaran ini juga harus diperhatikan bahwa evaluasi yang mempunyai tingkat kesukaran yang
rendah sebaliknya diletakkan di awal evaluasi dan yang tinggi pada akhir
perangkat evaluasi. Ketentuan ini tidaklah menunjukkan perbedaan yang berarti
pada “power evaluasi”.
Perbedaan itu lebih bersifat memberi motif untuk lebih terdorong mengerjakan
seluruh butir soal.
G. Kisi-kisi evaluasi
Kisi-kisi
atau biasa juga sebagai tabel spesifikasi evaluasi umumnya ditampilkan dalam
bentuk matriks yang menunjukkan proporsi dan jumlah angka mutlak dari setiap aspek
butir soal yang membentuk suatu perangkat evaluasi. Dalam kisi-kisi
setidaknya harus dengan mudah terbaca: (1) Pokok/ Sub-pokok bahan yang diuji,
(2) Kemampuan yang diuji (tingkat ranah kognitif), (3) Tingkat kesukaran butir
soal, dengan asumsi pertimbangan ada pada penulis soal.
Kisi-kisi
yang
sudah terisi menggambarkan proporsi jumlah butir soal untuk setiap pokok/sub
pokok bahasan dan setiap tingkat kemampuan pada ranah kognitif.
Format
kisi-kisi yang diperlukan untuk mengembangkan perangkat evaluasi yang hanya
terdiri dari evaluasi pilihan ganda adalah seperti tercantum pada kisi-kisi
Evaluasi Objektif
KISI-KISI PENULISAN SOAL
Mata Pelajaran : ……………………………………………
Kelas : …………………………………………….
NO
|
KD
|
MATERI
|
INDIKATOR
|
NO SOAL
|
BENTUK
SOAL
|
H.
Penyusunan Soal Tes
Setelah
kisi-kisi disusun tahap berikutnya adalah penulisan soal. Berbagai hal yang
perlu diperhatikan pada saat penulisan soal tes antara lain:
1. Butir tes dimulai dari pokok bahasan
awal ke akhir.
2. Tingkat kesukaran dari mudah ke sukar.
3. Butir tes dikelompokkan dalam tipe sama.
4. Tuliskan petunjuk pengerjaan tes secara
jelas, sehingga tidak perlu ada pertanyaan lagi tentang cara mengerjakan tes
tersebut.
5. Petunjuk tes sangat besar peranannya
terhadap keberhasilan peserta tes.
6. Penyusunan soal butir tes hendaknya
diatur sehingga tidak menimbulkan kesan berdesak-desakan, sehingga mudah
dibaca.
7. Saat penggandaan soal tes, hindarilah
meletakan kunci jawaban dalam suatu pola tertentu.
I. Mengevaluasi Tes dan Item Tes
Arah
dan uji test item untuk tes objektif harus diujicobakan terlebih dulu sebelum digunakan
untuk evaluasi formatif. Agar tidak terjadi kesalahan pada instrumen tes,
perancang harus memastikan hal-hal berikut:
1. arah tes jelas, sederhana, dan mudah
diikuti;
2. masing-masing item tes jelas dan
menyampaikan kepada peserta didik yang dimaksud dipembentukan atau stimulus;
3. kondisi-kondisi dimana dibuat tanggapan
yang realistis;
4. metode respon jelas bagi peserta didik;
dan
5. ruang yang tepat, waktu, dan peralatan
yang tersedia.
Tes item yang tidak terjawab oleh
sebagian besar pelajar harus dianalisis, direvisi, atau bahkan diganti sebelum
tes diberikan lagi. Ketika membangun item tes, dan tes pada umumnya, perancang harus
diingat bahwa tes mengukur kecukupan: (l) pengujian itu sendiri; (2) bentuk tanggapan;
(3) bahan-bahan pengajaran; (4) lingkungan pengajaran dan situasi, dan (5)
pencapaian pelajar.
J. Kesimpulan
Tes
acuan patokan merupakan pendekatan penilaian yang membandingkan
prestasi siswa dengan kriteria yang ditentukan sebelumnya. Dengan demikian tes acuan patokan
bukan untuk membandingkan prestasi siswa dengan dengan prestasi dalam kelompoknya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Degeng, I. Nyoman Sudana, Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable,
Dirjen Pendidikan Tinggi, Jakarta: 1989.
Hamalik, Oemar, Psikologi
Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2009.
Sanjaya, Wina, Perencanaan
dan Desain Sistem Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008.
File :
Aryani, Asih, Kaidah penulisan Soal, disampaikan dalam
diklat Pemberdayaan MI di MAN Indramayu : 14/6/2011
_____, Asih, Taksonomi Bloom Revisi, disampaikan
dalam diklat Pemberdayaan MI di MAN Indramayu : 14/6/2011.
Internet:
http://ppp.ugm.ac.id/wp-content/uploads/evaluasihpm.pdf
http://blog.tp.ac.id/tag/contoh-bentuk-tes-acuan-patokan
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3615/1/farmasi-fathur.pdf
http://hendrath-jmr.blogspot.com/2010/05/tes-acuan-patokan.html
[1] Sanjaya, Wina, Perencanaan
dan Desain Sistem Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008:235
[2] http://icheelrahma.blogspot.com/2010/10/penilaian-acuan-normatif-dan-acuan.html/down load: 30/11/2011/18:21
[3] Sanjaya,
Wina, Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008:236.
[4]
Aryani, Asih, Taksonomi Bloom Revisi, disampaikan dalam diklat
Pemberdayaan MI di MAN Indramayu : 14/6/2011
[5] Hamalik, Oemar, Psikologi Belajar Mengajar, Sinar Baru
Algensindo, Bandung, 2009:209 dst. Lihat : Degeng, I. Nyoman Sudana, Ilmu
Pengajaran Taksonomi Variable, Dirjen Pendidikan Tinggi, Jakarta: 1989:176
dst.
[6] http://ppp.ugm.ac.id/wp-content/uploads/evaluasihpm.pdf/
download: 30/11/2011/19:59
[7] Aryani, Asih, Kaidah penulisan Soal, disampaikan dalam
diklat Pemberdayaan MI di MAN Indramayu : 14/6/2011