Minggu, 27 November 2011

IDENTIFIKASI PERILAKU DAN KARAKTERISTIK AWAL SISWA


A.     Pendahuluan
Setiap siswa dapat dipastikan memiliki perilaku dan karakteristik yang cenderung berbeda. Dalam pembelajaran, kondisi ini penting untuk diperhatikan karena dengan mengidentifikasi kondisi awal siswa saat akan mengikuti pembelajaran dapat memberikan informasi penting untuk guru dalam pemilihan setrategi pengelolaan, yang berkaitan dengan bagaimana menata pengajaran, khususnya komponen-komponen strategi pengajaran yang efektif dan sesuai dengan karakteristik perseorangan siswa sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
Kegiatan menganalisis perilaku dan karakteristik awal siswa dalam pengembangan pembelajaran merupakan pendekatan yang menerima siswa apa adanya dan unutk menyusun sistem pembelajaran atas dasar keadaan siswa tersebut. Dengan demikian, mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa adalah bertujuan untuk menentukan apa yang harus diajarkan dan yang tidak perlu diajarkan dalam pembelajaran yang akan dilaksanakan. Karena itu, kegiatan ini sama sekali bukan untuk menentukan pra syarat dalam menyeleksi siswa sebelum mengikuti pebelajaran.
Karakteristik siswa merupakan salah satu variabel dari kondisi pengajaran.[1] Variabel ini didefenisikan sebagai aspek-aspek atau kualitas individu siswa. Aspek-aspek berkaitan dapat berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir dan kemampuan awal (hasil belajar) yang telah dimilikinya.

B.     Karakter dan Perilaku Siswa
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Menurut Al-Barry, karakter bermakna hampir sama dengan sifat-sifat bawaan, watak, kepribadian, kebiasaan. Sementara yang dimaksud karakteristik adalah ciri-ciri khusus, corak tingkah laku. [2] Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).
Ron Kurtus dalam irfarazak.ngeblogs.com berpendapat bahwa karakter adalah satu set tingkah laku atau perilaku (behavior) dari seseorang sehingga dari perilakunya tersebut, orang akan mengenalnya “ia seperti apa”. Menurutnya, karakter akan menentukan kemampuan seseorang untuk mencapai cita-citanya dengan efektif, kemampuan untuk berlaku jujur dan berterus terang kepada orang lain serta kemampuan untuk taat terhadap tata tertib dan aturan yang ada.[3]
Sedangkan menurut Havinghuerst dalam Oemar Hamalik: 2009, yang dimaksud dengan karakter adalah suatu perangkat (set) yang terdiri dari lima karakter. Setiap karakter merupakan suatu presentasi dari tingkat perkembangan psikososial individu sebagai berikut :

Tipe karakter                          Periode perkembangan
1.    Amoral                           Infancy
2.    Expedent                        Early chilhood
3.    Conforming                      Later chilhood
4.    Irrational-conscientious     Adolescence and adulhood
5.    Rational-altruistic
Kendatipun bisa jadi seseorang memiliki tipe murni akan tetapi dalam praktiknya proporsi kelima kategori tersebut bersifat relatif bagi setiap orang.[4]
Kata "karakter" berasal dari kata Yunani: charaktêr. Semula digunakan tanda terkesan atas koin.[5] Ada pula yang memaknai berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Karakter seseorang baik disengaja atau tidak, didapatkan dari orang lain yang sering berada didekatnya atau yang sering mempengaruhinya, kemudian ia mulai meniru untuk melakukannya. Oleh karena itu, seorang anak yang masih polos seringkali akan mengikuti tingkah laku orang tuanya atau teman mainnya, bahkan pengasuhnya. Erat kaitan dengan masalah ini, seorang psikolog berpendapat bahwa karakter berbeda dengan kepribadian, karena kepribadian merupakan sifat yang dibawa sejak lahir dengan kata lain kepribadian bersifat genetis.[6]
Dalam hal ini ada empat indentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa, yaitu :
1. Kemampuan Dasar.
2. Latar belakang pengalaman.
3. Latar belakang sosial.
4. Perbedaan individual.
Adapaun perilaku belajar siswa menurut Gagne dikelompokkan ke dalam delapan kelas yaitu :
1.  Signal learning (belajar isyarat). Dalam jenis ini siswa mendapat respon terkondisi terhadap signal tertentu.
2. Stimulus-Respon learning. Menurut Gagne proses belajar bahasa pada anak-anak merupakan proses yang serupa dengan ini. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini ialah faktor inforcement.
3.  Chaining (mempertautkan).
4.  Verbal Association. Tipe belajar 3 dan 4 ini setaraf, yaitu belajar-mengajar menghubungkan S-R yang satu dengan yang lain. Kondisi yang diperlukan untuk tipe belajar ini antara lain, secara internal anak didik sudah harus terkuasai sejumlah satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan dan reinforcement tetap penting.
5. Discrimination learning atau belajar mengadakan pembeda. Dalam tipe ini peserta didik mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola respon yang dianggap paling sesuai.
6. Concept learning atau belajar pengertian. Dengan berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya, ia membentuk suatu pengertian atau konsep kondisi utama yang diperlukan adalah menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya.
7.  Rule learning, atau belajar membuat generalisasi, hukum, dan kaidah. Pada tingkat ini siswa belajar mengadakan kombinasi berbagai konsep dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, deduktif, analisis, sistesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas) sehingga anak didik dapat menemukan konklusi tertentu yang mungkin selanjutnya dapat dipandang sebagai rule: prinsip, dalil, aturan, hukum, kaidah dan sebagainya.
8.  Problem Solving yakni belajar memecahkan masalah. Pada siswa belajar merumuskan dan memecahkan masalah, merespon terhadap rangsangan yang menggambarkan atau situasi problematik, yang mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya.[7]

C.     Teknik Identifikasi Karakter dan Perilaku Awal Siswa.
Teknik untuk mengidentifikasi perilaku awal siswa adalah dengan menggunakan kuesioner, interviu, observasi dan tes (pretest)[8]. Subjek yang memberikan insformasi diminta untuk mengidentifikasi tingkat pengusaan siswa dalam setiap perilaku khusus melalui skala penilaian (rating scales).

D.    Kesimpulan
Urgensi identifikasi perilaku dan karakter awal siswa dalam pembelajaran sangat signifikan karena sangat berpengaruh terhadap keefektifan proses pembelajaran.
Informasi yang mendeskripsikan entering behavior siswa sangat membantu guru dalam merumuskan strategi instruksional yang diterapkan sehingga pembelajaran bukan hanya akan lebih efektif tetapi juga siswa akan memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna.


DAFTAR RUJUKAN
Buku:
Al-Barry, M.D.J., dkk., Kamus Ilmah Kontemporer, Pustaka Setia, Bandung: 2000.
Hamalik, Oemar, Psikologi Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2009
Riyanto, Yatim, Paradigma Baru Pembelajaran, Prenada Media Group, Jakarta, 2009
Sanjaya, Wina, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008

Internet :


[1] Sanjaya, Wina, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008. Hal. 17.
[2] Al-Barry, M.D.J., dkk., Kamus Ilmah Kontemporer, Pustaka Setia, Bandung: 2000, hal. 160.
[3] ibid
[4] Hamalik, Oemar, Psikologi Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2009, hal. 124.
[7] Hamalik, Oemar, Psikologi Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2009, hal. 77-78.
[8] Riyanto, Yatim, Paradigma Baru Pembelajaran, Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hal. 132.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar