Rabu, 16 November 2011

PENGEMBANGAN STRATEGI INSTRUKSIONAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A.  Pendahuluan
Sebagai seorang professional, seorang guru sudah pasti harus betul-betul memiliki wawasan yang luas dibidang pendidikan. Salah satu wawasan yang perlu dimiliki guru adalah strategi instruksional yaitu garis besar haluan bertindak dalam rangka mencapai sasaran yang telah digariskan dalam tujuan pembelajaran.
Dengan pengembangan strategi tersebut, Guru mempunyai pedoman berkenaan dengan berbagai alternatif pilihan yang mungkin, dapat atau harus ditempuh supaya kegiatan belajar-mengajar itu berlangsung secara teratur, sistematis, terarah, lancar dan efektif.
Menurut Newman dan Logan, strategi meliputi empat hal penting sebagai berikut: a) pengidentifikasian dan penetapan spesifikasi dan kualifikasi tujuan yang harus dicapai, b) pertimbangan dan pemilihan cara pendekatan untuk mencapai sasaran, c) pertimbangan dan penetapan langkah-langkah yang ditempuh sejak awal sampai akhir dimana sasaran tercapai, d) pertimbangan dan penetapan tolok ukur dan ukuran baku untuk dipergunakan dalam mengukur taraf keberhasilan sesuai dengan tujuan yang dijadikan sasaran.
Dalam perspektif pendidikan, keempat unsur strategi dasar tersebut dapat diadaptasikan sebagai berikut: a) menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan perilaku dan pribadi peserta didik, b) memilih sistem pendekatan belajar-mengajar utama yang dipandang paling efektif guna mencapai sasaran sehingga bisa dijadikan pegangan oleh guru. c) penetapan langkah-langkah yang ditempuh dalam proses pembelajaran, dan d) penetapan kriteria keberhasilan sesuai dengan tujuan yang dijadikan sasaran.

B.  Konsepsi
Kata strategi diambil dari kata bahasa Inggris yaitu 'strategy' yang artinya: 1) the art of planning operations, especially armies and navies; 2) skill in organizing something; 3) general plan of action.[1] Strategi dalam artian umum menurut Noeng Muhadjir adalah suatu penataan potensi dan sumber daya agar dapat efisien dalam memperoleh hasil sesuai  yang dirancang.[2]
Terdapat berbagai pendapat tentang strategi instruksional sebagaimana dikutip dan diterjemahkan oleh Prof. Dr.Hamzah B. Uno, M.Pd., antara lain sebagai berikut:[3]
1. Gerlach dan Ely (1980) menjelaskan bahwa strategi instruksional merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Selanjutnya dijabarkan oleh mereka bahwa strategi instruksional dimaksud meliputi sifat lingkup dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar peserta didik.
2. Gropper (1990) mengatakan bahwa strategi instruksional merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Ia menegaskan bahwa setiap tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam kegiatan belajarnya harus dapat dipraktikkan.
Berdasarkan pengertian strategi instruksional di atas,  dapat disimpulkan bahwa strategi instruksional adalah cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh pengajar dalam menyampaikan materi pembelajaran agar peserta didik dapat mudah memahami dan menerima materi pembelajaran, sehingga tujuan pembelaran dapat tercapai.

C.  Komponen Strategi Pembelajaran
Menurut Hamzah B. Uno, bahwa komponen strategi instruksional ada 5 komponen, [4] yaitu:
1. Kegiatan pendahuluan
Kegiatan pendahuluan yang disampaikan dengan menarik akan dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
2. Penyampaian Informasi
Dalam kegiatan ini, guru juga harus memahami dengan baik situasi dan kondisi yang dihadapinya. Dengan demikian, informasi yang disampaikan dapat diserap oleh peserta didik dengan baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi adalah urutan ruang lingkup dan jenis materi.
3. Partisipasi Peserta Didik
Berdasarkan prinsip student centered, peserta didik merupakan pusat dari suatu kegiatan belajar. Artinya bahwa proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila peserta didik secara aktif melakukan latihan secara langsung dan relevan dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Terdapat beberapa hal penting yang berhubungan dengan partisipasi peserta didik, yaitu sebagai berikut.
4. Tes
Serangkaian tes umum yang digunakan oleh guru untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran khusus telah tercapai atau belum, dan apakah pengetahuan, sikap dan keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum. Kegiatan ini biasanya dilakukan diakhir kegiatan pembelajaran.
5. Kegiatan Lanjutan
Langkah ini dilakukan sebagi evaluasi atas proses instruksional yang telah berjalan.

D. Jenis-jenis Strategi Pembelajaran
Ada beberapa strategi instruksional yang dapat digunakan, di antaranya adalah strategi penyampaian-penemuan (exsposition-discovery learning), dan strategi instruksional kelompok dan strategi instruksional individual (groups-individual learning ).[5]
Dalam strategi exposition, bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut untuk menguasi bahan tersebut. Strategi ini bisa juga disebut strategi instruksional langsung (direct instruction). Mengapa dikatakan strategi instruksional langsung? Sebab dalam strategi ini, materi pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa; siswa tidak dituntut untuk mengolahnya. Kewajiban siswa adalah menguasai secara penuh. Dengan demikian, dalam strategi ekspositori guru berfungsi sebagai penyampai informasi. Berbeda dengan strategi discovery. Dalam strategi ini bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas, sehingga tugas guru lebih banyak sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswanya. Karena sifatnya yang demikian strategi ini sering juga disebut strategi instruksional tidak langsung.
Strategi belajar individual dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan, kelambatan dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajrinya didesain untuk belajar sendiri. Contoh dari strategi instruksional ini adalah belajar melalui modul, atau belajar bahasa melalui kaset audio.
Berbeda dengan strategi instruksional individual, belajar kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok siswa diajar oleh seorang guru atau beberapa orang guru. Bentuk belajar kelompok itu bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau klasikal; atau bisa juga dalam kelompok-kelompok kecil. Strategi belajar kelompok tidak memperhatikan kecepatan belajar individual. Setiap individu dianggap sama. Oleh karena itu, belajar dalam kelompok dapat terjadi siswa yang memiliki kemampuan tinggi akan terhambat oleh siswa yang mempunyai kemampuan biasa-biasa saja; sebaliknya siswa yang mempunyai kemampuan kurang akan merasa tergusur oleh siswa yang mempunyai kemampuan tinggi.
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi instruksional juga dapat dibedakan antara strategi instruksional deduktif dan strategi induktif. Strategi instruksional deduktif adalah strategi instruksional yang dilakukan dengan mempelajari konsep-konsep terlebih dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi; atau bahan pelajaran yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang abstrak, kemudian sacara perlahan-lahan menuju hal yang konkret. Strategi ini dinamakan juga strategi instruksional dari umum ke khusus. Sebaliknya dengan strategi induktif, bahan pelajaran dipelajari mulai dari hal-hal yang konkret kemudian perlahan-lahan siswa dihadapkan pada materi yang kompleks dan sukar. Strategi ini kerap dinamakan strategi instruksional dari khusus ke umum.

E.  Metode Instruksional PAI
Dari segi bahasa, metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara.[6] Dalam bahasa Arab, kata metode diungkapkan dalam berbagai kata. Kadang digunakan kata al-thariqah, manhaj, dan al-washilah. Al-thariqah berarti jalan, manhaj berarti sistem, dan al-washilah berarti perantara atau mediator. Dengan demikian, kata Arab yang dekat dengan arti metode adalah al-thariqah.[7]
Dari pendekatan kebahasaan tersebut tampak bahwa metode lebih menunjukkan kepada jalan dalam arti jalan bersifat non fisik. Yakni jalan dalam bentuk ide-ide yang mengacu kepada cara yang mengantarkan seseorang untuk sampai pada tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena itu metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Selanjutnya jika kata metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam berarti sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlibat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi Islami.[8]
Adapun prinsip-prinsip metodologis yang dijadikan landasan psikologis untuk memperlancar proses kependidikan Islam yang sejalan dengan ajaran Islam adalah:
1)  Prinsip Memberikan Suasana Kegembiraan (QS. Al-Baqarah 25, 155, 185).
2)  Prinsip Memberikan Layanan dan Santunan Dengan Lemah Lembut (QS. Ali Imran 159).
3) Prinsip kebermaknaan Bagi Peserta Didik (Hadis Nabi saw yang menjelaskan tentang pemberian informasi/ ilmu sesuai dengan kemampuan akal fikiran si penerima ilmu).
4)  Prinsip Prasyarat. Untuk menarik minat peserta didik diperlukan mukaddimah dalam langkah-langkah mengajar yang dapat memadukan perhatian dan minat mereka terhadap materi pembelajaran (QS. Al-Baqarah 1-2, Maryam 1-2, Hud 1).
5) Prinsip Komunikasi Terbuka. Guru mendorong peserta didik untuk membuka diri terhadap segala hal atau bahan-bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka, sehingga mereka dapat menyerapnya menjadi bahan apersepsi dalam pikirannya (QS. Al-A’raf 179, al-Isra 36).
6)  Prinsip Pemberian Pengetahuan yang Baru. Dalam ajaran Islam  terdapat prinsip kebaharuan dalam belajar, baik tentang fenomena alamiah maupun fenomena yang terdapat dalam diri mereka sendiri (QS. Al-Baqarah 164, Fushilat 53).
7) Prinsip Memberikan Model Perilaku yang Baik. Peserta didik dapat memperoleh contoh perilaku melalui pengamatan dan peniruan yang tepat guna dalam proses belajar mengajar (QS. Al-Ahzab 21, al-Mumtahinah 4).
8)  Prinsip Praktek (Pengamalan) secara Aktif (QS. Shaf 2-3, al-Baqarah 25).
9)  Prinsip-prinsip Lainnya. Prinsip ini antara lain prinsip kasih sayang, bimbingan dan penyuluhan terhadap peserta didik (QS. Al-Anbiya 107, an-Nisa 1).[9]

F.  Beberapa Metode PAI
Ada beberapa metode pendidikan Islam yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan Islam. Diantaranya dikemukakan oleh Abuddin Nata, ia menyampaikan bahwa berdasarkan ayat-ayat Al Qur'an, ditawarkan beberapa metode pendidikan, antara lain:[10]
1.  Metode Teladan
Dalam Al Qur'an kata teladan merupakan penerjemahan dari kata uswah, yang kemudian diberi sifat di belakangnya seperti hasanah yang berarti baik. Sehingga kata uswatun hasanah diartikan sebagai “teladan yang baik”. Kata uswah dalam Al Qur'an diulang sebanyak enam kali dengan mengambil sampel yaitu Nabi Muhammad saw., Nabi Ibrahim dan kaum yang beriman teguh kepada Allah.
Keteladanan atau contoh merupakan metode pendidikan yang dilakukan oleh pendidik dengan cara memberikan contoh-contoh perilaku yang baik. Sehingga perilaku seorang pendidik merupakan cermin bagi peserta didiknya, dan diharapkan peserta didiknya itu akan menirunya dalam tingkah laku mereka.
Dalam ajaran Islam, keteladanan merupakan salah satu metode yang terbukti sangat efektif dan sering dilakukan oleh Nabi Muhammad saw., bahkan dalam semua aspek kehidupan beliau selalu tampil sebagai suri tauladan yang baik (QS. Al-Ahzab 21).
2.  Metode Kisah-Kisah
Penyampaian suatu pengetahuan atau nilai dalam proses pendidikan Islam dapat dilakukan dengan cara atau melalui cerita tertentu. Cara tersebut dikenal dengan metode cerita (kisah). Metode ini dalam pendidikan Islam dimaksudkan untuk membangkitkan fikiran dan perasaan peserta didik, baik melalui kisah-kisah Al Qur'an maupun Hadis.
Kisah atau cerita sebagai suatu metode pendidikan ternyata mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Islam menyadari bahwa sifat alamiah manusia yang menyenangi cerita dan menyadari besarnya pengaruh terhadap perasaan. Oleh karena itu, Islam mengeksploitasi cerita untuk dijadikan salah satu teknik pendidikan.
3.  Metode Nasihat
Metode nasihat dalam pendidikan Islam merupakan metode mendidik yag dilakukan dengan memberikan nasihat akan kebaikan dan kebenaran dengan cara yang menyentuh hati dan menggugah perasaan dan kemampuan untuk mengamalkannya.
Al Qur'an menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Nasihat yang disampaikannya selalu disertai dengan panutan atau teladan dari si pemberi atau penyampai nasihat. Ini menunjukkan bahwa antara satu metode yakni nasihat dengan metode lain yang dalam hal ini keteladanan bersifat saling melengkapi.
4.  Metode Pembiasaan
Cara lain yang digunakan oleh Al Qur'an dalam memberikan materi pendidikan adalah melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang negatif. Kebiasaan ditempatkan oleh manusia sebagai suatu yang istimewa. Ia menghemat banyak sekali kekuatan manusia, karena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang pekerjaan, berproduksi dan kreativitas lainnya.
Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan Islam yang dilakukan dengan cara melatih peserta didik untuk melakukan sesuatu. Dengan metode ini diharapkan peserta didik disamping mengetahui akan sesuatu juga dapat mengamalkannya dalam bentuk perbuatan nyata, atau menguasai teori dan praktik sekaligus. Dengan pembiasaan pada akhirnya melahirkan kebiasaan, hal demikian ditempuh pula oleh Al Qur'an dalam rangka memantapkan pelaksanaan materi-materi ajarannya.
5.  Metode Hukum dan Ganjaran
Masalah pahala diakui keberadaannya dalam rangka pembinaan umat. Hukuman ditujukan bagi orang yang durhaka, sebaliknya ganjaran atau pahala diberikan kepada orang-orang yang beriman disertai dengan amal dan akhlak yang mulia.
Dengan demikian, keberadaan hukuman dan ganjaran diakui dalam Islam dan digunakan dalam rangka membina umat manusia melalui kegiatan pendidikan. Hukuman dan ganjaran diberlakukan kepada sasaran pembinaan yang lebih bersifat khusus. Hukuman untuk orang yang melanggar dan berbuat jahat, sedangkan pahala untuk orang yang patuh dan memenuhi perbuatan baik.
6.  Metode Ceramah (Khutbah)
Ceramah atau khutbah termasuk cara yang paling banyak digunakan dalam menyampaikan atau mengajak orang lain mengikuti ajaran yang ditentukan. Di dalam Al Qur'an kata khutbah diulang sebanyak sembilan kali. Metode ini dekat dengan kata tabligh yaitu menyampaikan suatu ajaran.
Tabligh atau menyampaikan sesuatu ajaran, khususnya dengan lisan diakui keberadaannya, bahkan telah dipraktikkan oleh Rasulullah saw. dalam mengajak umat manusia ke jalan Tuhannya.
Daya tarik ceramah (tabligh) bisa berbeda-beda tergantung siapa pembicaranya, bagaimana pribadi di pembicara itu, dan bagaimana bobot pembicaraannya itu, apa prestasi yang telah dihasilkannya. Oleh karena itu jika seorang guru akan mempergunakan metode ceramah, dan ceramahnya ingin diperhatikan orang bahkan ceramahnya itu dijadikan pegangan hidup, maka di penceramah atau guru itu harus mempunyai kualitas-kualitas seperti di atas.
7.  Metode Diskusi
Metode diskusi merupakan metode pendidikan yang dilakukan dengan percakapan atau tanya jawab antara dua orang atau lebih secara komunikatif mengenai suatu topik. Metode diskusi ini diperhatikan oleh Al Qur'an dalam mendidik dan mengajar manusia dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah. Dengan cara diskusi (dialog), penyampain informasi atau pengetahuan akan lebih efektif dibandingkan dengan cara instruktif maupun informatif.

Sedangkan Hamdani Ihsan & Fuad Ihsan menyampaikan bahwa metode-metode pendidikan Islam sebagai berikut:[11]
1.  Metode situasional yang mendorong anak didik untuk belajar dengan perasaan gembira dalam berbagai tempat dan keadaan.
2. Metode Tarhib wa Targhib, yang mendorong anak didik untuk belajar sesuatu bahan pelajaran atas dasar minat yang berkesadaran pribadi terlepas dari paksaan dan tekanan mental.
3. Metode belajar berdasarkan conditioning, yang dapat menimbulkan konsentrasi perhatian peserta didik pada bahan-bahan pelajaran yang diajarkan oleh guru (pendidik).
4. Metode berdasarkan prinsip kebermaknaan, menjadikan peserta didik menyukai dan bergairah untuk mempelajari bahan pelajaran yang diberikan oleh guru.
5.  Metode dialogis yang melahirkan sikap-sikap saling keterbukaan antara guru dan murid, akan mendorong untuk saling memberi dan menerima (take and give) antara guru dan murid dalam proses belajar mengajar.
6. Dari prinsip kebaharuan dalam proses belajar mengajar, peserta didik diberi pelajaran ilmu-ilmu pengetahuan baru yang dapat menarik minat mereka.
7. Metode pemberian contoh yang baik (uswatun hasanah) terhadap peserta didik, terutama mereka yang belum mampu berfikir kritis, sehingga mempengaruhi pola tingkah laku mereka dalam perbuatan sehari-hari atau dalam mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan yang sulit.
8. Metode yang menitikberatkan pada membimbing berdasarkan perasaan kasih sayang terhadap peserta didik akan menghasilkan kedayagunaan proses belajar mengajar.

G. Kesimpulan
Pengembangan strategi instruksional merupakan langkah penting dalam upaya meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Salah satu unsur utama dalam pengembangan instruksional adalah pemilihan metode yang tepat sesuai dengan materi yang diajarkan.
Dalam Pendidikan Agama Islam, pada dasarnya tidaklah berbeda dengan mata pelajaran lain. Akan tetapi dalam hal-hal tertentu memiliki perbedaan. Sehingga dalam memilih metode instruksionalpun harus disesuaikan dengan tujuan instruksional PAI yang ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, HM. Filsfat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Ihsan, Hamdani & Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2007.
Nata, Abuddin Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
A.P Cowie, Oxford Learner's Pocket Dictionary, ( Oxford: Oxford University Press, 1989), p. 370
Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Suatu Teori Pendidikan,(Yogyakarta, Rake Sarasin, 1993), hlm. 109
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif,( Jakarta: Bumi Aksara, 2007), Cet. I, hlm.1-2



[1] A.P Cowie, Oxford Learner's Pocket Dictionary, ( Oxford: Oxford University Press, 1989), p. 370
[2] Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Suatu Teori Pendidikan,(Yogyakarta, Rake Sarasin, 1993), hlm. 109
[3]  Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif,( Jakarta: Bumi Aksara, 2007), Cet. I, hlm.1-2
[4] Ibid., hlm. 3-7
[5] Wina Sanjaya, Strategi instruksional Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2006),Cet.I,hlm. 126
[6] HM. Arifin, Filsfat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 89
[7] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 92
[8] Ibid., hlm. 91
[9] Ibid., hlm. 165-180.
[10] Abuddin Nata, Filsfat …., hlm. 105-107.
[11] Hamdani Ihsan & Fuad Ihsan, Filsafat …, hlm. 180-182.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar