A. Pendahuluan
Sebagai seorang
professional, seorang guru sudah pasti harus betul-betul memiliki wawasan yang
luas dibidang pendidikan. Salah satu wawasan yang perlu dimiliki guru adalah
strategi instruksional yaitu garis besar haluan bertindak dalam rangka mencapai
sasaran yang telah digariskan dalam tujuan pembelajaran.
Dengan pengembangan
strategi tersebut, Guru mempunyai pedoman berkenaan dengan berbagai alternatif
pilihan yang mungkin, dapat atau harus ditempuh supaya kegiatan
belajar-mengajar itu berlangsung secara teratur, sistematis, terarah, lancar
dan efektif.
Menurut Newman dan
Logan, strategi meliputi empat hal penting sebagai berikut: a)
pengidentifikasian dan penetapan spesifikasi dan kualifikasi tujuan yang harus
dicapai, b) pertimbangan dan pemilihan cara pendekatan untuk mencapai sasaran,
c) pertimbangan dan penetapan langkah-langkah yang ditempuh sejak awal sampai akhir
dimana sasaran tercapai, d) pertimbangan dan penetapan tolok ukur dan ukuran
baku untuk dipergunakan dalam mengukur taraf keberhasilan sesuai dengan tujuan yang
dijadikan sasaran.
Dalam perspektif
pendidikan, keempat unsur strategi dasar tersebut dapat diadaptasikan sebagai
berikut: a) menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan perilaku dan
pribadi peserta didik, b) memilih sistem pendekatan belajar-mengajar utama yang
dipandang paling efektif guna mencapai sasaran sehingga bisa dijadikan pegangan
oleh guru. c) penetapan langkah-langkah yang ditempuh dalam proses pembelajaran,
dan d) penetapan kriteria keberhasilan sesuai dengan tujuan yang dijadikan
sasaran.
B. Konsepsi
Kata strategi diambil
dari kata bahasa Inggris yaitu 'strategy' yang artinya: 1) the art of
planning operations, especially armies and navies; 2) skill in organizing
something; 3) general plan of action.[1] Strategi dalam artian umum
menurut Noeng Muhadjir adalah suatu penataan potensi dan sumber daya agar dapat
efisien dalam memperoleh hasil sesuai
yang dirancang.[2]
Terdapat berbagai
pendapat tentang strategi instruksional sebagaimana dikutip dan diterjemahkan
oleh Prof. Dr.Hamzah B. Uno, M.Pd., antara lain sebagai berikut:[3]
1. Gerlach dan Ely (1980) menjelaskan bahwa strategi
instruksional merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan metode
pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Selanjutnya dijabarkan
oleh mereka bahwa strategi instruksional dimaksud meliputi sifat lingkup dan
urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar peserta
didik.
2. Gropper (1990) mengatakan bahwa strategi
instruksional merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Ia menegaskan bahwa
setiap tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam
kegiatan belajarnya harus dapat dipraktikkan.
Berdasarkan
pengertian strategi instruksional di atas,
dapat disimpulkan bahwa strategi instruksional adalah cara-cara yang
akan dipilih dan digunakan oleh pengajar dalam menyampaikan materi pembelajaran
agar peserta didik dapat mudah memahami dan menerima materi pembelajaran,
sehingga tujuan pembelaran dapat tercapai.
C. Komponen Strategi
Pembelajaran
Menurut Hamzah B.
Uno, bahwa komponen strategi instruksional ada 5 komponen, [4] yaitu:
1.
Kegiatan pendahuluan
Kegiatan
pendahuluan yang disampaikan dengan menarik akan dapat meningkatkan motivasi
belajar peserta didik.
2.
Penyampaian Informasi
Dalam
kegiatan ini, guru juga harus memahami dengan baik situasi dan kondisi yang
dihadapinya. Dengan demikian, informasi yang disampaikan dapat diserap oleh
peserta didik dengan baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penyampaian informasi adalah urutan ruang lingkup dan jenis materi.
3.
Partisipasi Peserta Didik
Berdasarkan
prinsip student centered, peserta didik merupakan pusat dari suatu
kegiatan belajar. Artinya bahwa proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila
peserta didik secara aktif melakukan latihan secara langsung dan relevan dengan
tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Terdapat beberapa hal penting yang
berhubungan dengan partisipasi peserta didik, yaitu sebagai berikut.
4.
Tes
Serangkaian
tes umum yang digunakan oleh guru untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran
khusus telah tercapai atau belum, dan apakah pengetahuan, sikap dan
keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum. Kegiatan
ini biasanya dilakukan diakhir kegiatan pembelajaran.
5.
Kegiatan Lanjutan
Langkah
ini dilakukan sebagi evaluasi atas proses instruksional yang telah berjalan.
D. Jenis-jenis
Strategi Pembelajaran
Ada beberapa strategi
instruksional yang dapat digunakan, di antaranya adalah strategi
penyampaian-penemuan (exsposition-discovery learning), dan strategi
instruksional kelompok dan strategi instruksional individual (groups-individual
learning ).[5]
Dalam strategi exposition,
bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut
untuk menguasi bahan tersebut. Strategi ini bisa juga disebut strategi
instruksional langsung (direct instruction). Mengapa dikatakan strategi
instruksional langsung? Sebab dalam strategi ini, materi pelajaran disajikan
begitu saja kepada siswa; siswa tidak dituntut untuk mengolahnya. Kewajiban
siswa adalah menguasai secara penuh. Dengan demikian, dalam strategi ekspositori
guru berfungsi sebagai penyampai informasi. Berbeda dengan strategi discovery.
Dalam strategi ini bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa
melalui berbagai aktivitas, sehingga tugas guru lebih banyak sebagai
fasilitator dan pembimbing bagi siswanya. Karena sifatnya yang demikian
strategi ini sering juga disebut strategi instruksional tidak langsung.
Strategi belajar
individual dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan, kelambatan dan
keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa
yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajrinya didesain untuk
belajar sendiri. Contoh dari strategi instruksional ini adalah belajar melalui
modul, atau belajar bahasa melalui kaset audio.
Berbeda dengan strategi
instruksional individual, belajar kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok
siswa diajar oleh seorang guru atau beberapa orang guru. Bentuk belajar
kelompok itu bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau klasikal; atau bisa
juga dalam kelompok-kelompok kecil. Strategi belajar kelompok tidak
memperhatikan kecepatan belajar individual. Setiap individu dianggap sama. Oleh
karena itu, belajar dalam kelompok dapat terjadi siswa yang memiliki kemampuan
tinggi akan terhambat oleh siswa yang mempunyai kemampuan biasa-biasa saja;
sebaliknya siswa yang mempunyai kemampuan kurang akan merasa tergusur oleh
siswa yang mempunyai kemampuan tinggi.
Ditinjau dari
cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi instruksional juga dapat
dibedakan antara strategi instruksional deduktif dan strategi induktif. Strategi
instruksional deduktif adalah strategi instruksional yang dilakukan dengan
mempelajari konsep-konsep terlebih dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan
ilustrasi-ilustrasi; atau bahan pelajaran yang dipelajari dimulai dari hal-hal
yang abstrak, kemudian sacara perlahan-lahan menuju hal yang konkret. Strategi
ini dinamakan juga strategi instruksional dari umum ke khusus. Sebaliknya
dengan strategi induktif, bahan pelajaran dipelajari mulai dari hal-hal yang
konkret kemudian perlahan-lahan siswa dihadapkan pada materi yang kompleks dan
sukar. Strategi ini kerap dinamakan strategi instruksional dari khusus ke umum.
E. Metode
Instruksional PAI
Dari segi bahasa,
metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta
berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara.[6] Dalam bahasa Arab, kata
metode diungkapkan dalam berbagai kata. Kadang digunakan kata al-thariqah,
manhaj, dan al-washilah. Al-thariqah berarti jalan, manhaj
berarti sistem, dan al-washilah berarti perantara atau mediator. Dengan
demikian, kata Arab yang dekat dengan arti metode adalah al-thariqah.[7]
Dari pendekatan
kebahasaan tersebut tampak bahwa metode lebih menunjukkan kepada jalan dalam
arti jalan bersifat non fisik. Yakni jalan dalam bentuk ide-ide yang mengacu
kepada cara yang mengantarkan seseorang untuk sampai pada tujuan yang telah
ditentukan. Oleh karena itu metode dapat berarti cara atau jalan yang harus
dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Selanjutnya jika kata metode tersebut
dikaitkan dengan pendidikan Islam berarti sebagai jalan untuk menanamkan
pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlibat dalam pribadi obyek
sasaran, yaitu pribadi Islami.[8]
Adapun
prinsip-prinsip metodologis yang dijadikan landasan psikologis untuk memperlancar
proses kependidikan Islam yang sejalan dengan ajaran Islam adalah:
1) Prinsip
Memberikan Suasana Kegembiraan (QS. Al-Baqarah 25, 155, 185).
2) Prinsip
Memberikan Layanan dan Santunan Dengan Lemah Lembut (QS. Ali Imran 159).
3) Prinsip
kebermaknaan Bagi Peserta Didik (Hadis Nabi saw yang menjelaskan tentang
pemberian informasi/ ilmu sesuai dengan kemampuan akal fikiran si penerima
ilmu).
4) Prinsip
Prasyarat. Untuk menarik minat peserta didik diperlukan mukaddimah dalam
langkah-langkah mengajar yang dapat memadukan perhatian dan minat mereka
terhadap materi pembelajaran (QS. Al-Baqarah 1-2, Maryam 1-2, Hud 1).
5) Prinsip
Komunikasi Terbuka. Guru mendorong peserta didik untuk membuka diri terhadap
segala hal atau bahan-bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka, sehingga
mereka dapat menyerapnya menjadi bahan apersepsi dalam pikirannya (QS. Al-A’raf
179, al-Isra 36).
6) Prinsip Pemberian
Pengetahuan yang Baru. Dalam ajaran Islam
terdapat prinsip kebaharuan dalam belajar, baik tentang fenomena alamiah
maupun fenomena yang terdapat dalam diri mereka sendiri (QS. Al-Baqarah 164,
Fushilat 53).
7) Prinsip
Memberikan Model Perilaku yang Baik. Peserta didik dapat memperoleh contoh
perilaku melalui pengamatan dan peniruan yang tepat guna dalam proses belajar
mengajar (QS. Al-Ahzab 21, al-Mumtahinah 4).
8) Prinsip Praktek
(Pengamalan) secara Aktif (QS. Shaf 2-3, al-Baqarah 25).
9) Prinsip-prinsip
Lainnya. Prinsip ini antara lain prinsip kasih sayang, bimbingan dan penyuluhan
terhadap peserta didik (QS. Al-Anbiya 107, an-Nisa 1).[9]
F. Beberapa Metode PAI
Ada beberapa
metode pendidikan Islam yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan Islam.
Diantaranya dikemukakan oleh Abuddin Nata, ia menyampaikan bahwa berdasarkan
ayat-ayat Al Qur'an, ditawarkan beberapa metode pendidikan, antara lain:[10]
1. Metode Teladan
Dalam Al Qur'an
kata teladan merupakan penerjemahan dari kata uswah, yang kemudian
diberi sifat di belakangnya seperti hasanah yang berarti baik. Sehingga
kata uswatun hasanah diartikan sebagai “teladan yang baik”. Kata uswah
dalam Al Qur'an diulang sebanyak enam kali dengan mengambil sampel yaitu Nabi
Muhammad saw., Nabi Ibrahim dan kaum yang beriman teguh kepada Allah.
Keteladanan atau
contoh merupakan metode pendidikan yang dilakukan oleh pendidik dengan cara
memberikan contoh-contoh perilaku yang baik. Sehingga perilaku seorang pendidik
merupakan cermin bagi peserta didiknya, dan diharapkan peserta didiknya itu
akan menirunya dalam tingkah laku mereka.
Dalam ajaran
Islam, keteladanan merupakan salah satu metode yang terbukti sangat efektif dan
sering dilakukan oleh Nabi Muhammad saw., bahkan dalam semua aspek kehidupan
beliau selalu tampil sebagai suri tauladan yang baik (QS. Al-Ahzab 21).
2. Metode
Kisah-Kisah
Penyampaian suatu
pengetahuan atau nilai dalam proses pendidikan Islam dapat dilakukan dengan
cara atau melalui cerita tertentu. Cara tersebut dikenal dengan metode cerita
(kisah). Metode ini dalam pendidikan Islam dimaksudkan untuk membangkitkan
fikiran dan perasaan peserta didik, baik melalui kisah-kisah Al Qur'an maupun
Hadis.
Kisah atau cerita
sebagai suatu metode pendidikan ternyata mempunyai daya tarik yang menyentuh
perasaan. Islam menyadari bahwa sifat alamiah manusia yang menyenangi cerita
dan menyadari besarnya pengaruh terhadap perasaan. Oleh karena itu, Islam
mengeksploitasi cerita untuk dijadikan salah satu teknik pendidikan.
3. Metode Nasihat
Metode nasihat
dalam pendidikan Islam merupakan metode mendidik yag dilakukan dengan
memberikan nasihat akan kebaikan dan kebenaran dengan cara yang menyentuh hati
dan menggugah perasaan dan kemampuan untuk mengamalkannya.
Al Qur'an
menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia
kepada ide yang dikehendakinya. Nasihat yang disampaikannya selalu disertai
dengan panutan atau teladan dari si pemberi atau penyampai nasihat. Ini
menunjukkan bahwa antara satu metode yakni nasihat dengan metode lain yang
dalam hal ini keteladanan bersifat saling melengkapi.
4. Metode Pembiasaan
Cara lain yang
digunakan oleh Al Qur'an dalam memberikan materi pendidikan adalah melalui
kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah
kebiasaan-kebiasaan yang negatif. Kebiasaan ditempatkan oleh manusia sebagai
suatu yang istimewa. Ia menghemat banyak sekali kekuatan manusia, karena sudah
menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat
dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang pekerjaan,
berproduksi dan kreativitas lainnya.
Pembiasaan
merupakan salah satu metode pendidikan Islam yang dilakukan dengan cara melatih
peserta didik untuk melakukan sesuatu. Dengan metode ini diharapkan peserta
didik disamping mengetahui akan sesuatu juga dapat mengamalkannya dalam bentuk
perbuatan nyata, atau menguasai teori dan praktik sekaligus. Dengan pembiasaan
pada akhirnya melahirkan kebiasaan, hal demikian ditempuh pula oleh Al Qur'an
dalam rangka memantapkan pelaksanaan materi-materi ajarannya.
5. Metode Hukum dan
Ganjaran
Masalah pahala
diakui keberadaannya dalam rangka pembinaan umat. Hukuman ditujukan bagi orang
yang durhaka, sebaliknya ganjaran atau pahala diberikan kepada orang-orang yang
beriman disertai dengan amal dan akhlak yang mulia.
Dengan demikian,
keberadaan hukuman dan ganjaran diakui dalam Islam dan digunakan dalam rangka
membina umat manusia melalui kegiatan pendidikan. Hukuman dan ganjaran
diberlakukan kepada sasaran pembinaan yang lebih bersifat khusus. Hukuman untuk
orang yang melanggar dan berbuat jahat, sedangkan pahala untuk orang yang patuh
dan memenuhi perbuatan baik.
6. Metode Ceramah
(Khutbah)
Ceramah atau
khutbah termasuk cara yang paling banyak digunakan dalam menyampaikan atau
mengajak orang lain mengikuti ajaran yang ditentukan. Di dalam Al Qur'an kata
khutbah diulang sebanyak sembilan kali. Metode ini dekat dengan kata tabligh
yaitu menyampaikan suatu ajaran.
Tabligh atau menyampaikan sesuatu ajaran,
khususnya dengan lisan diakui keberadaannya, bahkan telah dipraktikkan oleh
Rasulullah saw. dalam mengajak umat manusia ke jalan Tuhannya.
Daya tarik
ceramah (tabligh) bisa berbeda-beda tergantung siapa pembicaranya,
bagaimana pribadi di pembicara itu, dan bagaimana bobot pembicaraannya itu, apa
prestasi yang telah dihasilkannya. Oleh karena itu jika seorang guru akan
mempergunakan metode ceramah, dan ceramahnya ingin diperhatikan orang bahkan
ceramahnya itu dijadikan pegangan hidup, maka di penceramah atau guru itu harus
mempunyai kualitas-kualitas seperti di atas.
7. Metode Diskusi
Metode diskusi
merupakan metode pendidikan yang dilakukan dengan percakapan atau tanya jawab
antara dua orang atau lebih secara komunikatif mengenai suatu topik. Metode
diskusi ini diperhatikan oleh Al Qur'an dalam mendidik dan mengajar manusia
dengan tujuan lebih memantapkan pengertian dan sikap pengetahuan mereka
terhadap suatu masalah. Dengan cara diskusi (dialog), penyampain informasi atau
pengetahuan akan lebih efektif dibandingkan dengan cara instruktif maupun
informatif.
Sedangkan Hamdani
Ihsan & Fuad Ihsan menyampaikan bahwa metode-metode pendidikan Islam
sebagai berikut:[11]
1. Metode situasional
yang mendorong anak didik untuk belajar dengan perasaan gembira dalam berbagai
tempat dan keadaan.
2. Metode Tarhib wa
Targhib, yang mendorong anak didik untuk belajar sesuatu bahan pelajaran atas
dasar minat yang berkesadaran pribadi terlepas dari paksaan dan tekanan mental.
3. Metode belajar
berdasarkan conditioning, yang dapat menimbulkan konsentrasi perhatian peserta
didik pada bahan-bahan pelajaran yang diajarkan oleh guru (pendidik).
4. Metode
berdasarkan prinsip kebermaknaan, menjadikan peserta didik menyukai dan
bergairah untuk mempelajari bahan pelajaran yang diberikan oleh guru.
5. Metode dialogis
yang melahirkan sikap-sikap saling keterbukaan antara guru dan murid, akan
mendorong untuk saling memberi dan menerima (take and give) antara guru dan
murid dalam proses belajar mengajar.
6. Dari prinsip
kebaharuan dalam proses belajar mengajar, peserta didik diberi pelajaran
ilmu-ilmu pengetahuan baru yang dapat menarik minat mereka.
7. Metode pemberian
contoh yang baik (uswatun hasanah) terhadap peserta didik, terutama mereka yang
belum mampu berfikir kritis, sehingga mempengaruhi pola tingkah laku mereka
dalam perbuatan sehari-hari atau dalam mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan
yang sulit.
8. Metode yang
menitikberatkan pada membimbing berdasarkan perasaan kasih sayang terhadap
peserta didik akan menghasilkan kedayagunaan proses belajar mengajar.
G. Kesimpulan
Pengembangan
strategi instruksional merupakan langkah penting dalam upaya meningkatkan
kualitas proses pembelajaran. Salah satu unsur utama dalam pengembangan
instruksional adalah pemilihan metode yang tepat sesuai dengan materi yang
diajarkan.
Dalam Pendidikan
Agama Islam, pada dasarnya tidaklah berbeda dengan mata pelajaran lain. Akan
tetapi dalam hal-hal tertentu memiliki perbedaan. Sehingga dalam memilih metode
instruksionalpun harus disesuaikan dengan tujuan instruksional PAI yang
ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, HM. Filsfat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
2003.
Ihsan, Hamdani & Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung:
CV. Pustaka Setia, 2007.
Nata, Abuddin Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1997.
A.P Cowie, Oxford Learner's Pocket Dictionary, ( Oxford:
Oxford University Press, 1989), p. 370
Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Suatu Teori
Pendidikan,(Yogyakarta, Rake Sarasin, 1993), hlm. 109
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar
Mengajar yang Kreatif dan Efektif,( Jakarta: Bumi Aksara, 2007), Cet. I,
hlm.1-2
[1]
A.P Cowie, Oxford Learner's Pocket Dictionary, ( Oxford: Oxford
University Press, 1989), p. 370
[2]
Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Suatu Teori Pendidikan,(Yogyakarta,
Rake Sarasin, 1993), hlm. 109
[3] Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran
Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif,( Jakarta:
Bumi Aksara, 2007), Cet. I, hlm.1-2
[4] Ibid.,
hlm. 3-7
[5]
Wina Sanjaya, Strategi instruksional Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2006),Cet.I,hlm. 126
[6]
HM. Arifin, Filsfat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm.
89
[7]
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997), hlm. 92
[8] Ibid.,
hlm. 91
[9] Ibid.,
hlm. 165-180.
[10]
Abuddin Nata, Filsfat …., hlm. 105-107.
[11]
Hamdani Ihsan & Fuad Ihsan, Filsafat …, hlm. 180-182.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar